Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tentang Perubahan Atas PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru telah diterbitkan pada 30 Mei 2017. Salah satu perubahan yang mendasar adalah mengenai kebijakan pemenuhan 24 jam tatap muka yang sekarang tidak lagi menjadi persyaratan untuk mendapatkan tunjangan profesi bagi guru.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Sumarna Surapranata mengatakan, dengan diberlakukannya kebijakan baru itu, guru tidak akan lagi meninggalkan sekolah untuk pemenuhan beban kerja 24 jam tatap muka.
"Selama guru berada di sekolah dan/atau di luar sekolah untuk melaksanakan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, maka guru mendapatkan haknya untuk menerima tunjangan profesi," ujar Pranata saat jumpa pers di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Jumat (16/6/2017).
Pranata menuturkan, pemenuhan jam kerja selama 40 jam per minggu termasuk waktu istirahat selama setengah jam yang dilaksanakan keseluruhannya pada satu satuan pendidikan, dilakukan untuk melaksanakan beban kerja guru, yaitu 5M. Beban Kerja Guru tersebut paling sedikit memenuhi 24 jam tatap muka dan paling banyak 40 jam tatap muka dalam satu minggu.
Dalam Pasal 52 PP Nomor 19 Tahun 2017 disebutkan bahwa Beban Kerja Guru mencakup lima kegiatan pokok, yaitu merencanakan pembelajaran atau pembimbingan; melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan; menilai hasil pembelajaran atau pembimbingan; membimbing dan melatih peserta didik; dan melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru.
Kekurangan Jam Tatap Muka Guru Bisa Dikonversi dengan Kegiatan Lain
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tentang Perubahan Atas PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mempermudah guru untuk memenuhi ketentuan minimal 24 jam tatap muka karena 24 jam tersebut tidak hanya dilakukan di luar kelas, tetapi juga di luar kelas. Kegiatan di luar kelas tersebut bisa dikonversi menjadi jam tatap muka. Dari 5M kegiatan pokok guru, 2M di antaranya bisa dikonversi ke dalam jam tatap muka, yaitu membimbing dan melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud, Sumarna Surapranata mencontohkan, seorang guru pendidikan formal juga bisa mengajar untuk pendidikan nonformal atau kesetaraan, misalnya Paket A, B, atau C. Kegiatan mengajarnya itu bisa dikonversi maksimal enam jam tatap muka.
Berdasarkan Pasal 15 PP Nomor 19 tahun 2017, pemenuhan beban kerja sebagai guru dapat diperoleh dari ekuivalensi beban kerja tugas tambahan guru. Untuk tugas tambahan guru yang menjadi wakil kepala sekolah; ketua program keahlian di SMK; kepala perpustakaan; kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi sekolah, bisa dikonversi menjadi 12 jam tatap muka. Kemudian untuk tugas tambahan bagi guru yang menjadi pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu, bisa dikonversi menjadi enam jam tatap muka. Terakhir, untuk tugas tambahan yang terkait dengan pendidikan di sekolah, bisa dikonversi paling banyak enam jam tatap muka.
Pranata mengatakan, kegiatan lain di luar kelas yang masih berkaitan dengan pembelajaran siswa juga bisa dikonversi ke dalam jam tatap muka. Misalnya guru berinisiatif membawa siswanya ke pasar. Perjalanan dari sekolah ke pasar, kegiatan di pasar, hingga kembali ke sekolah yang menghabiskan waktu beberapa jam itu bisa dikonversi ke dalam jam tatap muka. Dengan membawa siswa ke pasar, guru bisa mengajarkan siswa belajar tentang jual beli, ilmu ekonomi, hingga belajar berbisnis.
"Nggak fair ketika guru membawa siswanya ke pasar, tetapi dia tetap harus memenuhi 24 jam tatap muka. Padahal membawa anak ke pasar juga dalam rangka Penguatan Pendidikan Karakter dengan tema kemandirian, antara lain kewirausahaan," ujar Pranata.
Sumber: www.kemdikbud.go.id
Terima kasih telah membaca 24 jam Tatap Muka Tidak Lagi Jadi Persyaratan Tunjangan Profesi Guru